Mimpiku
adalah naik pesawat. Mungkin kalau orang tahu, aku akan ditertawakan sepanjang
hidup. Mimpi kok naik pesawat. Begitu sederhana dan polos mimpi yang kurancang
delapan tahun lalu. Aku ingin merasakan semua jenis kendaraan yang ada di
dunia. Mulai dari sepeda, becak, motor, mobil, kereta api, kapal laut hingga
pesawat. Pesawat lebih tinggi level keinginanku untuk menggapainya sebab
menurutku keren jika sudah naik pesawat.
Perjalanan
ini adalah perwujudan mimpiku. Aku harus naik pesawat sendirian. Aku harus
berani keluar dari zona nyaman untuk menmbuktikan seberapa beranikah aku
mewujudkan mimpi. Pada hari rabu aku mendaftar sebuah event international
direct program. Aku paham benar program ini akan menghabiskan banyak uang. Uang
untuk biaya program, tiket pesawat, paspor dan uang jajan tentunya jika
dikalkulasikan mencapai empat jutaan. Meskipun harus berjuang lebih keras, aku
yakin aku bisa mewujudkan mimpi itu tahun ini. Tepat satu minggu aku
mempersiapkan segalanya. Mulai dari mengobrak-abrik rekening tabungan sampai
lempar proposal ke instansi pemerintah. Akhirnya aku berhasil mengumpulkan uang
berkat support dari diri sendiri, keluarga, Beastudi etos, hingga himpunan
jurusan.
Aku
berangkat ke Malaysia diantar keluarga. Sebelumnya aku tidak pernah naik
pesawat. Karena sangat kebingungan dalam pembelian tiket pesawat yang kuurus
sendirian, aku tidak bisa membeli tiket pulang karena tidak ada satupun Bank
Indonesia yang bisa melayani pembayaran tiket pulang karena dibayar melalui
ringgit. Setelah berani terbang, aku mengira bisa membeli di Malaysia ketika
hendak pulang. Ternyata ketika sampai di bandara aku telat beberapa menit dan
aku harus membeli tiket pesawat untuk cek in. Petugas bandara memberiku
dispensasi lima menit untuk membeli tiket di loket Air Asia Bandara Iskandar
Muda. Setelah itu baru aku diperbolehkan masuk. Dari sini aku belajar bahwa
untuk keluar negri kita harus membeli langsung tiket pulang-pergi agar tidak
disangka sebagai TKI ilegal oleh pihak bandara.
Setelah
naik pesawat, aku benar-benar membayangkan semua perjuanganku dalam mewujudkan
mimpi untuk bisa terbang sampai aku benar-benar menangis. Sesampainya di KLIA2
aku benar-benar seperti anak bodoh yang mencari-cari sesuatu. Padahal yang
harus kulakukan di bandara setelah mendarat adalah imigrasi. Aku tidak langsung
antri, justru menikmati suasana dengan memegang handphone dan berlalu lalang
melihat keindahan bandara. Setelah itu baru aku imigrasi, dan antriannya itu
panjang sekali. Aku menemukan perbedaan sikap negaraku dengan negara ini. Bahwa
budaya antre di Malaysia sangat kental sekali. Tertib dan rapi.
Setelah
satu hari di Malaysia, aku melanjutkan perjalanan ke Singapura. Di sini aku
benar-benar menemukan suatu kebiasaan luar biasa. Jika di Aceh molor adalah
kebiasaan maka di singapura jangan coba-coba. Sedetik terlambat maka kita akan
kehilangan. Tidak ada orang yang berjalan santai, semua bergegas karena ingin
mencapai suatu tujuan dengan tepat waktu. Singapura juga memperkenalkan aku
betapa nyamannya hidup di lingkungan yang bersih. Katanya setiap yang membuang
sampah sembarangan akan dikenai denda. Begitulah negara maju menerapkan
peraturan kecil untuk kenyamanan yang lebih besar cakupannya.
Aku
juga menemukan pesan berharga dari pembelajaran di kelas Singapore Management
University bahwa mahasiswa seharusnya sudah bisa mandiri dengan kakinya
sendiri. Part time adalah salah satu solusi untuk bekerja disaat tidak ada jam
kuliah. Sehingga setelah mendapatkan gelar dari sebuah universitas mahasiswa
tidak berfikir lagi harus bekerja di pemerintahan tetapi bisa membangun brend
sendiri untuk memulai suatu usaha.
Singapura adalah negara yang kecil, karena
bisnisnya yang diinovasi terus menerus menjadi negara maju dalam dunia bisnis.
Padahal mereka menggunakan produk-produk dari luar untuk di inovasi menjadi
produk baru dengan bahan dasar dari orang lain. Kegiatan ini sangat
menguntungkan apalagi dilakukan secara konsisten sehingga mendapatkan output
melimpah dari hasil inovasi yang dikembangakan.
Beranjak dari
hal itu, tiga hari perjalalanan Malaysia-Singapura harus segera ku akhiri.
Ketika pulang aku harus berpisah dengan teman-teman di MRT dan segera menuju
loket tiket bus Singapura-Malaysia. aku sampai di Malaysia pukul 12 malam,
lanjut membeli tiket bus menuju bandara. Di Bandara KLIA2 aku merasa sangat
lelah tapi harus terus berjuang agar tidak ketinggalan pesawat meskipun waktu
masih menunjukkan pukul 3 malam karena jadwal pesawatnya jam 7.30 WIB. Aku
memulai cek in dan berkeliling bandara yang sangat luas itu. Setelah semuanya
selesai, aku memulai mencari tempat istirahat. Sendirian di bandara dengan
lelah yang luar biasa. Akhirnya aku duduk di sebuah toko dalam bandara tersebut
hingga melihat pukul 5 pagi, bergegas masuk ke musalla untuk segera
bersiap-siap salat subuh. Sembari menunggu salat subuh aku ketiduran sampai
pukul 6. Akhirnya melanjutkan salat dan mulai berjalan lagi menuju P19 untuk
segera memasuki pesawat. Ternyata selama aku berjalan sampai di musalla bandara
belum cukup jauh. Menuju p19 itu menguras waktu setengah jam juga sebab kakiku
sudah tidak kuat lagi. Mata yang sangat lelah karena tidak tidur seharian.
Akhirnya aku
memaksa diri untuk berlari agar tidak ketinggalan pesawat. Sampai di antrian
terakhir aku menyeret tubuh untuk sedikit lagi sampai di kursi pesawat dan bisa
melepas lelah sejenak dengan tidur walaupun perut keroncongan. Inilah kisah
perdana ke angkasa dengan keberanian hanya karena mimpi.